BAG.05
Di sebuah tempat, Warso terbangun dari tidurnya
Warso : Sepertinya, Warsih benar. Kota ini memang seperti Srigala. Buas tak punya belas. Aku bukannya malas. Aku sudah berusaha keras. Keringat sudah mengucur deras. Tapi usahaku tetap saja tak berbalas. Membuat hatiku menjadi cemas. Moga-moga hari ini aku dapat pekerjaan dengan gaji yang pantas! Aku akan kumpulkan uangku dan menepati janjiku dengan membeli kalung emas. Setelah itu, baru hatiku puas...
Musik memecah panggung, pagi pun datang kembali. Orang-orang mulai beraktivitas mengejar segala. Warso terlempar-lempar. Terjatuh-mencoba bangkit tapi terjatuh lagi.
Cepat-cepat impian melesat-lesat
Cepat-cepat cahaya melesut pesat
Cepat-cepat bisa bisa kita terlambat
Cepat-cepat siapa lambat bisa sekarat
Cepat-cepat matahari kian menyengat
Cepat-cepat kulit kesat banjir keringat
Cepat-cepat beban beban semakin berat
Cepat-cepat dada sesak terikat ketat
Sebuah bunyi nan amat keras membuat mereka semakin bergerak cepat dan kacau seperti chaos, Warso terjatuh berguling-guling ke satu sudut, semua pemain keluar.
Warso : Keinginanku cuma satu, membahagiakan istriku. Tapi kota ini seperti menolakku. Ia tak ingin aku bahagia...Kata orang, hanya harapan yang bisa membuat orang bertahan. Dan hanya itu yang harus tetap kupunya. Harapan...
Seorang mandor tiba-tiba masuk panggung. Ia berteriak keras.
Mandor : Kerja...! Saatnya kita bekerja...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar