Jumat, 31 Juli 2009

Selamat Datang Dirjen Pajak Untuk Reformasi Perpajakan Jilid II

Selamat datang Bapak Dirjen Pajak kita untuk Reformasi Perpajakan Jilid II, Drs. Mochammad Tjiptardjo M.A. Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2009 yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2009, dengan ini telah resmi memberhentikan Dirjen Pajak Darmin Nasution, Bapak Reformasi Perpajakan Jilid I. Seperti diketahui, Darmin telah mendapatkan kepercayaan dari Bapak Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengemban tugas menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, menggantikan Miranda Swaray Goeltom yang habis masa jabatannya, 27 Juli 2009.

Dikatakan Menkeu sekaligus Plt Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengenai siapakah pengganti Dirjen Pajak Darmin Nasution tidak akan jadi masalah. “Bahwa reform is going to be continued, no matter siapa yang memimpin Ditjen Pajak,” kata Sri Mulyani dalam sambutannya dalam acara Pencanangan Reformasi Jilid Kedua Direktorat Jenderal Pajak di Dhanapala. Siapapun yang memimpin, dia adalah orang yang akan bisa menjalankan, meneruskan, dan tidak akan membuat reformasi itu mengalami set back. Mengenai siapa figur Dirjen Pajak memang tidak bisa dielakkan baik oleh media massa, Dewan dan khalayak ramai karena pajak merupakan satu bagian yang begitu penting di dalam kehidupan bernegara dan perekonomian. Tidak ada satu negara dapat menyatakan dirinya sebagai negara maju tanpa didukung oleh suatu sistem administrasi dan aparat perpajakan yang handal, berintegritas dan kompeten. Bahkan dapat dikatakan suatu sistem politik yang berlandaskan kepada azas demokrasi dan desentralisasi tidak akan bisa berjalan secara amanah dan bermutu apabila tidak ditopang oleh sebuah sistem perpajakan yang baik dan kredibel.

Kita memahami bahwa membangun suatu sistem administrasi dan aparat pajak yang baik, kompeten dan kredibel bukan suatu persoalan yang mudah. Apalagi untuk mempertahankannya. Hal ini akan menjadi tantangan sekaligus pekerjaan rumah bagi Dirjen Pajak kita yang baru, Drs. Mochammad Tjiptardjo. Diharapkan, Dirjen Pajak yang baru bisa meneruskan reformasi yang telah dirintis oleh Dirjen Pajak Darmin Nasution.

Sejak kemerdekaan Indonesia mencatat bahwa reformasi di bidang perpajakan berjalan begitu lambat dan sulit. Zaman orde lama Indonesia masih sangat tergantung kepada pajak atas komoditas atau ekspor. Zaman orde baru penerimaan migas dijadikan sebagai andalan utama. Pada periode awal tahun 80 an baru dimulai suatu upaya reformasi perpajakan dengan memperbaiki peraturan perpajakan atau perundang-undangannya. Reformasi masa itu tidak memberikan dampak yang cukup berarti karena administrasi perpajakan, kompetensi serta integritas aparat pajak tidak diperbaiki juga secara sistematik. Dengan demikian, memperbaiki peraturan perundang-undangan hanya merupakan satu elemen dari reformasi. Tanpa perbaikan secara sistematis, administrasi dan aparat pajaknya maka reformasi itu tidak akan menghasilkan hal yang berarti dan bertahan lama. Setelah masa orde baru, kita memasuki tahap reformasi. Kita tahu bahwa reformasi di bidang perpajakan dilakukan dengan desain yang jauh lebih komprehensif dan ini menuntut beberapa implikasi dan konsekuensi kepada kita semua.

Reformasi di bidang pajak semenjak orde baru atau semenjak selesainya orde baru dan masuk masa reformasi bisa dikategorikan di dalam empat hal. Pertama, memperbaiki peraturan perundang-undangan dan dalam hal ini dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, menyelesaikan amandemen Undang-Undang KUP, Undang-Undang PPh dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkirakan akan segera selesai pada masa sidang ini. Memperbaiki Undang-Undang ini dengan spirit untuk lebih sederhana namun bisa responsif dan memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara wajib pajak dan juga memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dan kepada aparat pajaknya. Elemen kedua di dalam reformasi adalah perbaikan struktur organisasi, menerapkan struktur berdasarkan fungsi dan memperbaiki administrasi dan menerapkan apa yang disebut Standart Operating Procedure. Ini ditujukan untuk memperbaiki kepastian suatu proses pelayanan dan memperbaiki tata kelola serta untuk memperbaiki efisiensi dan produktivitas. Pembenahan yang ketiga dalam reformasi pajak adalah membenahi basis data dan penggunaan Sistem Teknologi Informasi. Ini bertujuan untuk menunjang upaya menggali potensi pajak, memperbaiki pelayanan dan mencegah interaksi antara aparat pajak dengan wajib pajak secara tidak perlu. Yang keempat adalah reformasi di bidang perbaikan mutu, kompetensi dan integritas dari sumber daya manusia atau aparatnya.

Reformasi adalah suatu proses yang rumit, menyangkut suatu proses perubahan yang tidak selalu kita sukai. Ini menuntut suatu konsekuensi yang sangat banyak di antara kita termasuk di dalam mendisiplinkan sikap kita dan tingkah laku kita dan juga di dalam kesiapan untuk diaudit menjadi transparan dan akuntabel kepada publik. Reformasi di bidang perpajakan ini telah dimulai semenjak sebelum pemerintahan ini dan diteruskan di masa pemerintahan ini terutama di bawah kepemimpinan Bapak Darmin Nasution.

Kini, reformasi yang telah dirintis dan sudah mengakar pada jajaran aparat pajak masih mempunyai banyak tanggung jawab yang harus diemban. Sebelum dilantik sebagai Dirjen Pajak menggantikan Darmin Nasution, Drs.Mochammad Tjiptardjo, M.A. menjabat sebagai Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Kasus-kasus pelanggaran pajak di Indonesia diselesaikan dengan tangan dinginnya. Diantara catatan prestasi yang pernah dilakukan adalah penanganan kasus dugaan manipulasi pajak oleh PT Asian Agri dengan potensi kerugian negara sekitar 1,3 Triliun. Bukan hanya itu, masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang berhasil diselesaikan olehnya.

Tjiptardjo selama ini dikenal sebagai pejabat yang cukup tinggi komitmennya terhadap reformasi birokrasi di direktorat yang menghimpun penerimaan negara terbesar itu. Beliau optimis dan yakin dapat memenuhi target penerimaan pajak sesuai dengan APBN-P 2009.

Sebagai catatan, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sudah sepakat mematok target penerimaan pajak dalam APBN-P 2009 sebesar Rp 528,35 Triliun yang lebih kecil dibandingkan dengan target semula di APBN Penyesuaian Tahun 2009 sebesar Rp 548,91 Triliun.

Tidak ada komentar: