Senin, 11 Agustus 2008

BONEKA BARBIE TERSENYUM PADAKU

Setiap kali aku melihat boneka Barbie yang kutaruh di pojok atas almariku, kenangan kakakku yang telah meninggal setahun yang lalu tiba-tiba muncul berkelebatan satu per satu. Kenangan pahit dan manis ada di sana. Di sebuah rumah besar berlantai dua, jerih payah Papaku. Meski nyawa kakakku telah hilang, tapi aku selalu merasa dia ada di dekatku, memeluk dan menemaniku setiap hari, setiap menit bahkan setiap detik. Aku yang dulu belum bisa merasakan kasih sayang dan belaian lembut dari seorang Mama, kini dapat kurasakan. Apalagi jika bulan Ramadhan tiba, aku semakin teringat oleh wajahnya yang selalu taat beribadah, tidak sepertiku. Aku selalu mengulur-ulur waktu kalau harus beribadah. Lebih-lebih untuk sholat Tarawih 23 rakaat. Aku pura-pura menutup mataku dengan selimut tebalku yang baru dibelikan mamaku. Senyumnya yang lebar dengan cerianya menyambut Idul Fitri. Sama-sama meminta maaf pada eyang, mama-papa, om-tante. Dan silaturahmi ke rumah-rumah tetangga. Aku selalu ingat di kantongku selalu penuh dengan permen lolly kesukaanku jika hari raya. Sampai-sampai mama memarahiku dan mengambilnya dariku.”Tiara, apa yang kamu sembunyikan?”Permen lolly khan! Ayo kembalikan ke pemiliknya, cepat!” Aku pun langsung mengembalikan ke tempatnya semula.

Akupun ingat, kakak selalu antar jemput aku dengan motornya kalau aku les nari plus nyanyi. Berkat dia, aku sekarang jadi pinter nyanyi karena diam-diam kucuri catatan lagu milik kakakku. Sekali-sekali aku belajar nyanyi dari situ. Dan akhirnya jadi kebiasaan dan lama-kelamaan berkembang. Kakak juga menjadi salah seorang anggota “cheerleader” di sekolahnya. Jadi, aku ikut-ikutan gerakannya setiap kali melihat kakak latihan di rumah mama sama teman-temannya.

Sementara Mama sekarang lagi sibuk ngurusin adik Dede or Didi yang umurnya baru 2 tahun. Maklum masih kecil. Dahulu, aku selalu ngiri sama kakakku soalnya selalu dia yang diajak mama pergi ke mall. Mama bilang aku masih kecil, ngrepotin aja. “Kamu gak usah ikut nanti Mama belikan boneka kesukaan kamu”. Meski begitu aku tetap tidak bisa menahan air mataku. Kecewa banget rasanya. “Aku benci sama kakak!” kesalku dalam hati.

* * *
Waktu itu ada orang yang lagi jualan ice-cream. Akupun bergegas keluar untuk membeli ice-cream meski aku tahu sebenarnya mamaku melarangnya. Sebelnya lagi, sebenarnya mama tidak tahu kalau aku beli ice-cream, tapi gara-gara mulut Kak Tia yang comel, mamaku jadi tahu dech. “ Ma, Tiara makan ice-cream!” teriaknya. Mamapun mengambilnya dari tanganku. Sebenarnya aku masih pengen banget mencicipinya. Kulihat di belakang, Kak Tia merayu mama dengan jurus barunya untuk mencoba ngedapetin itu ice-cream. “Mama yang cantik, buat Tia aja yach! Khan udah ge-dhe” Mamapun langsung ngasihin tanpa alas an. Sebel nggak kalau digituin?

Belum lagi masalah sama Rekha, musuh besarku di sekolah. Pagi itu, aku berangkat dari rumah menuju ke sekolah, diantarkan sama Papaku. Hari itu ada PR dari guru matematika Latihan 1 dan 2. Tau gak sich apa yang terjadi sewaktu kubuka tasku untuk mengambil buku PR Mat. Bu Indri menyuruh muridnya untuk mengumpulkannya. “Anak-anak, sekarang kalian kumpulkan ya buku PR-nya!” Setelah kubuka dan kucari-cari ternyata bukuku tidak ada. “Tiara, mana buku kamu? Kok hanya kamu yang belum mengumpulkannya?” Bu Indri mengira aku belum mengerjakannya, padahal sudah. Akhirnya akupun dihukum berdiri di pojok kelas, dekat papan tulis. Wajah Rekha bersama teman-temannya seakan-akan menertawakan aku. Kucoba untuk menyelidiki sebenarnya apa yang terjadi. Saat istirahat aku mengikuti Rekha keluar pintu kelas menuju ke kamar mandi secara sembunyi-sembunyi. Kudengar dari belakang Rekha bilang sama temen-temennya, “ Kasihan banget yah si Tiara harus dihukum sama Bu Indri gara-gara belum ngerjain PR”. Ha..ha..ha..Eh, mumpung gak ada orang yang melihat, kita robek bukunya trus kita buang ke toilet aja, gimana?” OK!! Sahut salah satu temannya dengan girang. Akupun segera menghampirinya. “ Tunggu, ternyata kalian yang mencuri buku PR-ku?” Aku sudah mengira sebelumnya. Akan kulaporkan semua ini pada Bu Indri supaya kalian dapat hukuman yang setimpal. Tapi, Rekha malah mendorongku hingga jatuh tersungkur dan mengancamku kalau sampai melaporkan kejadian ini semua pada Bu Indri, dia bakalan memusuhiku. Akupun jadi takut dan dengan langkah terpaksa, akupun keluar dari toilet tanpa membawa hasil apapun.

Sebenarnya hal ini ingin kuutarakan pada mamaku tapi kelihatannya mama capek sekali. Mungkin karena harus bekerja di luar rumah. Jadi, capek sepulangnya. Kulihat mama sedah tidur. Pulas lagi. “ Gimana ya?” Aku mondar-mandir kesana-kemari hingga aku menabrak kakakku dan menumpahkan minumannya ke baju kesayangannya. Tentu saja kakak marah besar. “ Ngapain sich kamu mondar-mandir kayak gitu? Kayak hantu kesasar saja.: Kukira kakak bakal memarahiku, ternyata tidak seperti yang kuduga. Kuutarakan semua padanya hingga dia berkata: “ Ya udah, gimana kalau kakak ancam dia, besok! Kamu tenang aja, kakak khan lebih gedhe”.

* * *

Berkat pertolongan kakakku, mereka sekalipun tidak pernah berani menggangguku. Masalah satu selesai, eh timbul masalah yang lain. Sewaktu pulang sekolah, Om Roberto sama Om Irawan, temen-temen sekantor papaku ngajak pergi ke mall. Katanya sich bakal dibeliin boneka lucu. “Hallo Tiara, mau ikut Om gak ke mall? Kebetulan Om juga mau kesana, “ kata Om Irawan. Mereka bilang papa gak bisa jemput karena ada meeting. Mula-mula aku tidak mau, tapi karena mau dibelikan boneka lucu, jadi tertarik dech!.

“Yuk, kita berangkat”Bunyi starteran mobil Om Roberto masih kudengar dan kuingat sampai saat ini. Di tengah perjalanan aku merasa jalan yang sedang kulalui tidak menuju ke tempat tujuan, yaitu ke mall. “ Stop…stop…Om, ini khan bukan jalan menuju ke mall? Kita mau kemana sich, Om?” Karena mereka takut ketahuan papa, mobil yang kutumpangi ditambah kecepatannya. “ Diam, kamu.” Aku teriak sekeras-kerasnya supaya ada orang yang menolongku. Ketika boneka barbie-ku di sampingku, aku minta tolong padanya, “ Boneka barbie-ku yang kusayang, selamatkan aku dari malapetaka ini?” Tiba-tiba mobil yang kutumpangi berhenti. “ Sstt…, sialan kenapa bisa begini!” ungkap Om Roberto. Peri itu datang menolongku dan membisikkan kata-kata. “ Cepat kamu lari, lari…! “ Siapa kamu? Aku sangat terkejut melihat peri itu. “ Aku peri yang selamanya akan menjagamu,” jawabnya. Tanpa ragu lagi aku turun dari mobil dan lari sekencang-kencangnya tanpa memperdulikan siapapun. Aku menyebutnya “ Peri Penolong” . Karena terlalu lelah, jadinya aku pingsan. Selama 15 hari aku hidup dan dibesarkan oleh seorang nenek tua, namanya nenek “Salma”.

Sewaktu aku pergi main di jalanan yang kumuh, ada suara mobil yang sedang berhenti. Ternyata itu adalah mobil mamaku, mama Cinta. Ia sangat keheranan karena melihat aku. Mama langsung memanggilku, “ Tiara, itukah kamu Nak! Kamu pergi ke mana saja, maafkan mama Nak kalau selama ini mama kurang memperhatikan kamu,” sambil menangis.

Mama membujukku pulang ke rumah kami. Semula aku tidak mau karena aku takut kejadian itu akan terulang lagi. Tapi setelah mama mengabarkan berita duka bahwa ia baru saja pulang dari pemakaman Kak Tia, air mataku jadi bercucuran. Sebab itulah aku mau pulang ke rumah lagi. Aku menceritakan semua padanya tentang penculikan yang dilakukan Om Roberto dan Om Irawan, musuh besar papa. Mama memberitahuku bahwa Kak Tia meninggal karena terkena penyakit paru-paru basah. Dokter menyatakan tidak bisa menolongnya. Sayang usianya masih 15 tahun. Aku menghibur mama yang selalu menangis di sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Mungkin ini sudah jadi jalan terbaik buat Kak Tia. Sewaktu aku turun dari mobil, peri itu muncul dan mengucapkan “Selamat Datang, Tiara.”Dan selamanya peri itu tidak pernah muncul lagi. Aku jadi berpikir apakah halnya mungkin peri penolong yang muncul lewat perantara Barbie ku itu adalah Kak Tia. Tiba-tiba ada angin berhembus kencang yang tanpa sengaja membuka buku diary Kak Tia. Di dalamnya ada kertas bertuliskan “Selamat Ultah ya, Dik!!” Hari ini kebetulan hari ultahku, tanggal 8 Juni. Genap sudah usiaku yang ketujuh. Sekarang kami sekelurga tinggal empat bersaudara dan kembali hidup bahagia meski tanpa Kak Tia. Tapi kebaikan Kak Tia akan selalu kuingat setiap kali boneka Barbie itu tersenyum padaku tiap hari ultahku sampai saat ini. (Untuk kakakku tercinta_Tyera).

Tidak ada komentar: